(Tanya jawab dengan Ahli Hukum:
Saufa Ata Taqiyya, S.H.
Sarjana Hukum dari Universitas Islam Indonesia)
PERTANYAAN?
Saya terancam diusir dari kontrakan karena dianggap sebagai warga meresahkan namun banyak hal yang sengaja dibuat-buat, dilebih-lebihkan, dan cenderung memfitnah saya.
Saya dipersekusi atau Usir di depan kontrakan dan dilihat oleh tetangga. Apakah ada hukum yang mengatur tentang pengusiran warga?
Apa yang bisa saya lakukan untuk mempertahankan tempat tinggal saya? Bisakah saya melaporkan atas perbuatan tidak menyenangkan? Atau ada pasal lain? Terima kasih.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Pertama-tama kami akan meringkas terlebih dahulu apa saja perbuatan yang dilakukan terhadap Anda. Pertama, Anda difitnah, kemudian dipersekusi di depan banyak orang dengan tujuan mengusir Anda.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, persekusi berarti pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga yang kemudian disakiti, dipersusah, atau ditumpas.
FITNAH
Di sisi lain, warga yang memfitnah Anda dapat dijerat dengan pasal penistaan dalam Pasal 311 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), yang berbunyi:
Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Akan tetapi, sebagaimana yang dijelaskan dalam artikel Syarat Agar Tuduhan Dapat Dianggap Sebagai Fitnah, unsur-unsur Pasal 311 ayat (1) KUHP ini harus merujuk pada ketentuan menista pada Pasal 310 ayat (1) KUHP yang berbunyi:
Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Hal senada juga diungkapkan oleh Rusti Margareth Sibuea, Kepala Divisi Non Litigasi Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron, yang menyatakan bahwa Pasal 311 ayat (1) KUHP memuat memuat unsur "kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis". Ini menunjukkan bahwa Pasal 311 ayat (1) KUHP bukanlah delik mandiri sehingga pembuktian unsur pencemaran atau pencemaran tertulis harus mengacu terlebih dahulu pada Pasal 310 KUHP.
Jadi untuk dapat dijerat karena melakukan tindak pidana fitnah yang diatur dan diancam dalam Pasal 311 ayat (1) KUHP, perlu dibuktikan unsur Pasal 310 KUHP terlebih dahulu dengan memperhatikan syarat dalam Pasal 312 KUHP.
Tentang Pasal 310 ayat (1) KUHP, R. Soesilo sebagaimana dikutip dari artikel Hukumnya Menyebarkan Aib Orang Lain di Media Elektronik, dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, berpendapat untuk dapat dipidana dengan Pasal 310 ayat (1) KUHP, penghinaan harus dilakukan dengan cara menuduh seseorang telah melakukan perbuatan tertentu dengan maksud tuduhan itu akan tersiar (diketahui oleh orang banyak) (hal. 226).
Perbuatan yang dituduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum seperti mencuri, menggelapkan, berzinah, dan sebagainya, cukup dengan perbuatan biasa, sudah tentu suatu perbuatan yang memalukan bagi yang berkepentingan bila diumumkan (hal. 226).
Kemudian Rusti menekankan, Pasal 311 ayat (1) KUHP hanya bisa digunakan dalam kondisi khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 312 KUHP, yaitu: Pertama, jika hakim memandang perlu untuk pembuktian guna mempertimbangkan alasan terdakwa dalam melakukan pencemaran dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan terpaksa.
Kedua, dalam hal seorang pejabat dituduh sesuatu hal dalam melaksanakan tugasnya. Di luar kedua alasan tersebut, tentu tidak dapat diberlakukan Pasal 311 ayat (1) KUHP.
Jadi, apabila kabar yang disebarkan membuat Anda malu, dan hakim memandang perlu untuk melakukan pemeriksaan sesuai Pasal 312 KUHP, sedangkan dalam pemeriksaan tersebut hal yang dituduhkan kepada Anda terbukti tidak benar, warga yang memfitnah Anda dapat dijerat dengan Pasal 311 ayat (1) KUHP.
Perbuatan Tidak Menyenangkan
Perlu kami luruskan bahwa frasa “perbuatan tidak menyenangkan” dalam Pasal 335 KUHP melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013 Tahun 2013 (“Putusan MK 1/2013”) telah dihapus, sehingga menjadi:
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain;
barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.
(2) Dalam hal sebagaimana dirumuskan dalam butir 2, kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena.
Menyambung pertanyaan Anda, pemaksaan untuk meninggalkan tempat tinggal Anda bisa dijerat Pasal 335 ayat (1) butir kedua KUHP dalam hal dilakukan dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.
R. Soesilo dari buku yang sama menjelaskan paksaan itu dilakukan dengan ancaman menista atau ancaman menista dengan tulisan (hal. 239).
Kemudian menyesuaikan bunyi Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, jumlah maksimum denda dilipatgandakan 1.000 kali menjadi Rp4,5 juta.
Kebebasan Memilih Tempat Tinggal
Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”) menegaskan:
Setiap warga negara Indonesia berhak untuk secara bebas bergerak, berpindah, dan bertempat tinggal dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Oleh karenanya, Anda berhak secara bebas untuk bergerak, berpindah dan bertempat tinggal di dalam wilayah Indonesia. Maka pengusiran berpotensi melanggar HAM.
Atas pelanggaran hak tersebut, Anda dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (“PMH”) terhadap warga yang mengusir Anda dari tempat tinggal Anda menggunakan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:
Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
Mengenai kerugian, dalam artikel Di Mana Pengaturan Kerugian Konsekuensial dalam Hukum Indonesia? menerangkan kerugian mencakup kerugian materil yang berarti kerugian yang nyata telah dideritanya dan immateril meliputi keuntungan yang akan diperoleh di kemudian hari.
Contoh Kasus
Sebagai contoh, kami merujuk kepada Putusan Pengadilan Negeri Bondowoso Nomor 2/Pid.B/2019/PN/ BDW.
Dalam putusan tersebut dijelaskan bahwa terdakwa telah menista saksi melakukan zina dengan cara mengirim surat tertanggal 12 Maret 2018, yang isinya menyatakan bahwa saksi telah berselingkuh dan melakukan perbuatan zina (hal. 11).
Kemudian terdakwa melaporkan tuduhan zina tersebut ke Polres Bondowoso pada tanggal 20 Maret 2018, namun laporan tersebut dihentikan pada tahap penyidikan dikarenakan tidak cukup bukti (hal. 11).
Adapun ketiga saksi yang dihadirkan oleh terdakwa juga menyatakan bahwa mereka tidak melihat saksi melakukan zina (hal. 11).
Majelis hakim dalam amar putusannya menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana memfitnah berdasarkan Pasal 311 ayat (1) KUHP dan menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan (hal. 12).
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
DASAR HUKUM
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP
PUTUSAN
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013 Tahun 2013;
Putusan Pengadilan Negeri Bondowoso Nomor 2/Pid.B/2019/PN Bdw.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya).
Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
(Sumber: Konsultasi Hukum Online)